Perubahan Iklim di Indonesia, Bagaimana Menyikapinya ?

Please wait 0 seconds...
Scroll Down and click on Go to Link for destination
Congrats! Link is Generated

Isu perubahan iklim yang digaungkan sejumlah peneliti dan pegiat lingkungan hidup beberapa dekade lalu saat ini mulai terbukti. Ini ditunjukkan oleh sejumlah gejala alam yang terjadi di luar kebiasaan atau anomali khususnya di Tanah Air. Salah satu faktor penyebab cepatnya perubahan iklim di dunia adalah meningkatnya suhu Bumi yang dipicu pemanasan global.

Gejala perubahan iklim yang ditandai oleh munculnya anomali pada faktor-faktor atau unsur-unsur iklim seperti radiasi matahari, temperatur, kelembaban, awan, hujan, evaporasi, tekanan udara, dan angin juga diikuti sejumlah bencana. Contohnya banjir yang melanda Bengkulu, tempat saya berdomisili saat ini.

Fenomena Perubahan Iklim Saat Ini

penyebab dan dampak yang ditimbulkan perubahan iklim

Kota Bengkulu, yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dan terkenal dengan kawasan wisata Pantai Panjangnya yang eksotis itu sedari dulu memang sering mengalami banjir tapi hanya di dua titik saja, yaitu kawasan Kelurahan Rawa Makmur dan Kelurahan Tanjung Agung karena permukimannya berada dekat dan atau dilintasi oleh sungai Bengkulu sehingga bila hujan berdurasi panjang antara 2-3 hari dipastikan akan tergenang.

Tapi kini titik dan kawasan banjir sudah meluas menjadi 13 titik di 7 Kelurahan, berdasarkan identifikasi BPBD Kota Bengkulu dengan durasi hujan bervariasi antara 1-2 jam dan 2-4 jam. Kejadian banjir ini juga tergolong tidak biasa karena peristiwa tersebut terjadi selama 3 bulan berturut-turut sejak September. Padahal dulunya 2 kawasan langganan banjir tersebut terjadi hanya sekali setahun di musim penghujan, itupun bila hujannya berhari-hari.

Gejala-gejala anomali juga semakin kentara bila mengingat tahun 2018 dan 2019 adalah musim kemarau yang tergolong panjang di sebagian besar wilayah Indonesia, salah satunya Bengkulu. Tapi uniknya sekaligus menyedihkan adalah adanya peristiwa banjir dan tanah longsor karena tingginya curah hujan di penghujung April tahun 2019 yang terjadi bersamaan di 4 daerah, termasuk Kota Bengkulu. Korban jiwa pun berjatuhan disertai kerugian akibat kerusakan yang menimpa ratusan rumah penduduk dan fasilitas umum.

Bagaimana Iklim dan Cuaca Terjadi ?

Perubahan iklim saat ini menjadi tema utama permasalahan lingkungan hidup di dunia. Berbeda dengan perubahan iklim yang terjadi ribuan hingga jutaan tahun lalu, perubahan iklim yang terjadi di era modern sangat berbeda dan mengancam keberlanjutan kehidupan di Bumi. Sayangnya isu perubahan iklim di Indonesia masih jauh dari sinyal kesadaran masyarakat alih-alih melakukan tindakan nyata, saat negara-negara di belahan benua lain mulai menerapkan tindakan pencegahan.

proses pembentukan iklim dan cuaca di bumi
Ilustrasi proses terjadinya iklim dan cuaca dalam sistem iklim di Bumi (sumber : Cambridge University Press)

Iklim dan cuaca adalah fenomena alam yang tercipta dari dinamika energi yang terjadi di sistem iklim Bumi. Sistem iklim sendiri terdiri dari lima bagian yaitu atmosfer (udara), hidrosfer (air), kriosfer (es dan permafrost), biosfer (makhluk hidup), dan litosfer (kerak bumi dan mantel atas) dan semuanya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi.

Sistem iklim menerima hampir semua energinya dari matahari, dengan jumlah yang relatif kecil dari interior bumi. Sistem iklim juga memberikan energi ke luar angkasa. Keseimbangan energi yang masuk dan keluar, dan perjalanan energi melalui sistem iklim, menentukan pasokan energi Bumi. Ketika energi yang masuk lebih besar dari energi yang keluar, anggaran energi bumi positif dan sistem iklim memanas. Jika lebih banyak energi keluar, anggaran energi menjadi negatif dan bumi mengalami pendinginan. Saat energi bergerak melalui sistem iklim inilah tercipta cuaca dan iklim di Bumi.

Para ahli Klimatologi mendefinisikan Iklim adalah ukuran rata-rata dan variabilitas kuantitas yang relevan dari variabel tertentu pada periode waktu tertentu, yang merentang dalam jangka waktu yang lama (bulanan hingga tahunan atau jutaan tahun. Sementara cuaca adalah keadaan atmosfer pada suatu saat di waktu tertentu dan tempat tertentu dalam rentang yang lebih pendek (harian, atau mingguan).

Pemanasan Global, Pemicu Cepatnya Laju Perubahan Iklim di Dunia

Iklim tidak stagnan dan selalu mengalami perubahan meskipun terjadi dalam rentang waktu lama. Para peneliti telah membuktikan adanya perubahan iklim sejak awal setelah Bumi mengalami berbagai proses melalui temuan-temuan pada inti es, perubahan permukaan air laut, cincin pohon purba, serta geologi glasial. Perubahan iklim sudah lama diamati untuk kepentingan ilmu pengetahuan utamanya mengetahui perubahan pola cuaca dan suhu global dengan skala waktu lebih dari 10 tahun, terlepas dari penyebabnya.

Merujuk pada perubahan iklim yang terjadi secara alami di masa lampau, para ahli Klimatologi mengartikan perubahan iklim adalah perubahan dalam sistem iklim Bumi yang menghasilkan pola cuaca baru yang bertahan dalam jangka waktu lama (selama setidaknya beberapa dekade, dan mungkin selama jutaan tahun). Dulunya perubahan iklim disebabkan oleh interaksi antar variabel-variabel atau komponen iklim maupun dengan faktor lainnya seperti topografi dan geografi Bumi, kedudukan/posisi Bumi dengan matahari, dan erupsi vulkanik.

Namun kini terjadinya perubahan iklim bukan hanya disebabkan oleh interaksi antar variabel iklim yang terjadi secara alami saja, karena ternyata campur tangan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung turut mengubah kebiasaan alam tersebut.

Keseimbangan energi di permukaan Bumi dan di atmosfer menjadi terganggu karena pemanasan global sehingga suhu Bumi meningkat. Meningkatnya suhu Bumi karena pemanasan global inilah yang membuat perubahan iklim terasa lebih cepat dan mengkhawatirkan.

Apa Penyebab Pemanasan Global Yang Mendorong Laju Perubahan Iklim ?

Dilansir dari National Geographic Indonesia, suhu Bumi telah berubah secara drastis dalam 4,5 miliar tahun, dimulai dari Zaman Es Huronian yang menutupi sebagian besar planet dengan es selama hampir 300 juta tahun. Pada Januari 2018, IPCC merilis laporan nyata tentang efek peningkatan suhu 1,5°C

Suhu rata-rata Bumi, dilansir dari Lingkunganhidup.co, telah meningkat sebesar 1,5°C di bandingkan beberapa abad lalu. Suhu ini diperkirakan akan naik lagi seratus tahun ke depan sebesar 0,5 sampai 8,6 derajat.

Para ilmuwan juga telah mengamati beberapa perubahan jangka panjang dalam pola cuaca sejak pertengahan akhir abad ke-19 tepatnya sejak 1880 ketika revolusi industri semakin populer, dengan melakukan pengukuran tingkat karbon dioksida dan suhu global.

Kenaikan suhu rata-rata yang diukur sebagai anomali suhu relatif terhadap suhu rata-rata 1951-1980 menunjukkan bahwa suhu pada tahun 2016 hampir satu derajat celcius lebih tinggi daripada rata-rata.

Bahkan, menurut peneliti Copernicus (sebuah program pemantauan Bumi dari Uni Eropa) seperti dikutip dari BBC, bulan September tahun 2020 ini adalah bulan terpanas di Bumi, tepatnya 54,4 C (sumber https://www.bbc.com/indonesia/majalah-54446331).

Pada artikel yang sama juga disebutkan bahwa Ed Hawkins, Ilmuwan dari Reading University telah lama menyatakan bahwa semakin banyak gas rumah kaca akan menyebabkan pemanasan semakin besar. "Satu derajat pemanasan berbahaya bagi sebagian orang, seperti yang kita lihat. Dua derajat lebih berbahaya, dan tiga derajat jauh lebih berbahaya. Kami benar-benar tidak ingin mencari tahu akan seperti apa jadinya."

Lalu, apa sebenarnya yang menyebabkan naiknya suhu Bumi ini ?

Pemanasan global yang meningkatkan emisi gas rumah kaca, yang terdiri dari Karbon dioksida (CO2), Nitro Oksida (NOx), Sulfur Oksida (Sox), Metana (CH4), Chloroflurocarbon (CFC) dan Hydrofluorocarbon (HFC) dengan 70-80% dari total emisi yang ada di Bumi adalah penyebab utama meningkatnya suhu di Bumi.

Penyebab bertambahnya emisi gas rumah kaca di lapisan atmosfer sehingga mendorong naiknya suhu Bumi antara lain disebabkan oleh beberapa aktivitas manusia berikut ini  :

Eksploitasi dan Alih Fungsi Hutan

Hutan adalah paru-paru Bumi, karena mengubah karbondiokisda menjadi oksigen sebagai sumber utama yang dibutuhkan makhluk hidup, khususnya manusia. Saat ini kondisi hutan di dunia sangat memprihatinkan, karena setiap tahun luasnya semakin berkurang seturut dengan terjadinya eksploitasi hutan serta beralihnya fungsi hutan menjadi permukiman, pertanian, pabrik, dan perindustrian.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2019, luas hutan yang hilang di Indonesia selama rentang tahun 2014 hingga 2018 berkurang sekitar 2.685.012 hektar (atau 1,4% dari luas hutan di Indonesia) dalam kurun waktu lima tahun.

Pembakaran dan Kebakaran Hutan

Meningkatnya suhu Bumi juga disebabkan oleh terjadinya penggundulan hutan serta kebakaran hutan baik secara langsung maupun tidak langsung yang dilakukan manusia. Selain turut menyumbang deforestasi (kehilangan) tutupan hutan hingga 2.685.012 Ha, asap dari terbakarnya hutan turut meningkatkan konsentrasi karbondioksida serta senyawa beracun lainnya di udara. Mirisnya lagi, suhu yang tinggi baik akibat konsentrasi gas rumah kaca yang menumpuk maupun posisi matahari yang tepat berada di atas sejumlah wilayah hutan Indonesia juga turut menjadi faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan.

Penggunaan Pupuk dan Pestisida

Penggunaan pupuk, pestisida, dan herbisida sudah lama digunakan dalam dunia pertanian dan perkebunan. Hanya saja bila jaman dahulu pupuk yang digunakan adalah yang bersumber dari alam namun sejak awal abad ke-20 penggunaan pupuk industri dengan senyawa kimia semakin massive diterapkan. Sejumlah senyawa di dalamnya seperti karbon dioksida, metana, serta sulfur oksida menyebabkan konsentrasi gas rumah kaca semakin meningkat di atmosfer. Menurut EPA (United States Environmental Protection Agency), dilansir dari NSAC (National Sustainable  Agriculture Coalition) dalam paper berjudul AGRICULTURE AND CLIMATE CHANGE: Policy Imperatives and Opportunities to Help Producers Meet the Challenge, lahan pertanian di Amerika Serikat menjadi salah satu penyumbang meningkatnya emisi gas rumah kaca karena penggunaan pupuk dan pestisida kimia.

Industri dan Pabrik

Industri juga berkotribusi menyumbang emisi karbondioksida serta senyawa beracun. Dalam industri pengolahan bahan baku menjadi bahan antara dan bahan jadi yang dilakukan di pabrik umumnya melalui proses pemanasan dan pembakaran menggunakan batu bara dan solar sebagai bahan bakarnya. Alhasil asap-asap pekat yang dikeluarkan dari cerobong pabrik sukses membuat menjadikan udara tidak sehat serta konsentrasi senyawa-senyawa tersebut meningkat.

Selain aktivitas produksi yang menggunakan bahan bakar, contoh nyata lainnya yang berkontribusi besar dalam meningkatkan konsentrasi emisi adalah pengelolaan bahan alam menjadi bahan bakar. Misalnya ladang minyak dan tambang batu bara. Proses transformasi minyak bumi menjadi solar, bensin, hingga kerosin sebagai produk utamanya juga menghasilkan produk lain yaitu karbon.

Pencemaran Laut

Lautan adalah tempat penyerapan dan pengubahan karbondioksida dalam skala luas di Bumi selain hutan. Namun kini CO2 dan gas rumah kaca lainnya tidak lagi bisa dikonversi secara optimal karena limbah pabrik dan sampah telah mencemarinya.

Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China, dimana setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah yang tak terkelola dengan baik dan diperkirakan setiap tahun Indonesia menyumbangkan 0,48-1,29 juta metrik ton sampah plastik ke lautan.

Limbah dan Sampah

Pengolahan bahan baku menjadi bahan antara dan bahan jadi yang melibatkan zat kimia dan melalui aktivitas pembakaran pastinya menyisakan residu atau kerap disebut limbah. Limbah pabrik ini dapat berupa limbah cair, limbah gas, maupun limbah padat. Sayangnya tidak ada tempat pembuangan limbah yang lebih aman dan luas selain membuangnya ke laut, sungai, lahan alih fungsi hutan yang telah digunduli, maupun lahan-lahan kosong di sekitar permukiman. Tak pelak residu-residu ini membuat segala aktivitas konversi karbondioksida terhenti karena organisme dan mikroorganisme, termasuk tanaman dan tumbuhan yang berperan utama dalam konversi tersebut menjadi oksigen telah mati.

Tahun 2010 Indonesia memiliki populasi 187,2 juta jiwa yang tinggal dalam jarak 50 Km dari pesisir dan setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah yang tak terkelola dengan baik. Selain dibuang ke laut, sampah-sampah ini juga belum terkelola secara baik meskipun sudah ada Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Asap Kendaraan Bermotor dan Alat Transportasi

Asap yang berasal dari knalpot kendaraan sudah lama dinyatakan sebagai salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca. Di Indonesia sendiri asap kendaraan menjadi salah satu penyebab utama buruknya kualitas udara. Yang menarik, selama pandemi Covid angka indeks polusi udara di Jakarta sempat menurun karena penerapan PSBB yang menyebabkan jalanan relatif sepi dari kendaraan. Namun angka ini kembali melonjak naik ketika penerapan PSBB transisi yang memperbolehkan aktivitas di luar rumah.

Dampak Perubahan Iklim

Dampak pemanasan global sangat signifikan memicu percepatan perubahan iklim. Uniknya lagi, diantara dampak tersebut juga menjadi penyebab terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Sejumlah akibat yang dihasilkan oleh meningkatnya suhu Bumi antara lain yaitu :

Mencairnya Es

Antartika dan Greenland adalah wilayah dengan lapisan es terbesar di dunia. Faktanya, suhu di Greenland dua kali lebih cepat dari belahan manapun di bumi, seperti terungkap dari hasil riset Ohio State University yang dipublikasikan pada 13 Agustus lalu di jurnal Communications Earth and Environment. Meningkatnya suhu ini menyebabkan es di Antartika dan Greeland mencair. Para peneliti menunjukkan lapisan es yang sangat tebal dengan berat di atas massa daratan di planet ini mulai terkikis sebanyak 6,4 triliun ton massa dari tahun 1992 hingga 2017.

Menurut NOAA (National Oceanic and Atmhosperic Administration), es yang hilang di Greenland naik dari 34 miliar ton per tahun pada 1992-2001 menjadi 247 miliar ton per tahun pada 2012-2016, seperti dikutip USA Today.

Lelehan Es Menyebabkan Pemanasan Global

Es dan salju juga berkontribusi terhadap meningkatnya suhu. Lelehan es pada dasarnya membuat lebih banyak es lainnya mencair, karena lelehan es yang terkumpul di lapisan es glester menyerap lebih banyak radiasi Matahari dibanding salju dan es. Sementara pada saat yang bersamaan, es dan salju pun memantulkan kembali cahaya Matahari ke langit.

Juga pada saat yang sama, es yang mencair menyebabkan lapisan tanah beku (permafrost) yang tadinya tertutup es seperti di Greeland kini tersingkap dan melepaskan gas rumah kaca ke atmosfer dan terperangkap di sana. Akibatnya ? Senyawa rumah kaca di atmosfer semakin menumpuk dan suhu Bumi bertambah.

Debit Air Laut Bertambah, Permukaan Laut Naik

Kemana es di Antartika dan Greenland menghilang ? Sebagian memang mengalami reaksi di udara, dan sebagian lagi meleleh melalui gletser ke laut. Itu sebabnya mengapa akhir-akhir ini permukaan laut meningkat. Menurut Live Science, dikutip dari CNN, pencairan es di Greenland menjadi penyumbang terbesar naiknya permukaan air laut.

Akibat Lain Perubahan Iklim Di Indonesia

Selain memberikan dampak langsung, perubahan iklim juga memberikan dampak tidak langsung yang menyertainya termasuk bagi kehidupan manusia yaitu :

Anomali Cuaca dan Iklim

Daerah lain selain Bengkulu juga turut mengalami gejala dan peristiwa anomali. Misalnya langit tanpa awan di Yoyakarta di bulan Januari 2020 padahal seharusnya Yogyakarta adalah musim penghujan saat itu. Contoh lainnya yaitu suhu terasa membakar kulit padahal suhu tertinggi hanya 32 derajat Celcius sepanjang tahun 2020 di Bengkulu dan sejumlah wilayah lain di Indonesia. Bandingkan dengan suhu 54,4 derajat celcius di Death Valley, US di bulan September 2020 padahal di waktu bersamaan hujan deras sepanjang malam di Paris, Prancis.

Perubahan Pola Musim

Umumnya iklim punya ciri-ciri tersendiri. Misalnya Indonesia yang berada di daerah khatulistiwa yang beriklim tropis, umumnya musim kemarau terjadi pada Mei hingga Agustus sementara musim penghujan antara September hingga April. Nyatanya dalam beberapa tahun terakhir siklus tersebut mengalami perubahan, dimana musim kemarau lebih panjang dibandingkan biasanya.

Curah Hujan Lebih Tinggi

Pada saat bersamaan di musim kemarau, sejumlah wilayah di Indonesia justru mengalami hujan dengan curah hujan yang lebih tinggi dan debit air yang lebih banyak dari biasanya.

Munculnya Bencana Hidrometerologi

Anomali iklim dan cuaca yang menyebabkan perubahan pola musim serta curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya, memberikan dampak lain berupa bencana hidrometeorologi antara lain banjir, tanah longsor, angin puting beliung, seperti yang dialami penduduk di Bengkulu dan sebagian wilayah lain di Indonesia.

Gagal Panen

Anomali iklim dan perubahan pola musim sebagai akibat dari pemanasan global yang memicu perubahan iklim sangat berdampak pada gagalnya panen. Gagal panen karena kekeringan terjadi propinsi di Pulau Jawa di tahun 2018 dan 2019. Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat sebanyak 9.358 hektare (ha) lahan mengalami gagal panen alias puso akibat musim kemarau di tahun 2019.

Uniknya, Hampir seluruh petani kopi pada tahun 2018 dan 2019 di Kabupaten Kepahiang dan Rejang Lebong yang merupakan daerah penghasil kopi terbesar nomor 3 di Indonesia serta di Manggarai Nusa TEnggara Barat mengalami gagal panen karena intensitas hujan yang tinggi menggugurkan bunga tanaman kopi. Padahal di tahun tersebut Propinsi Bengkulu justru sedang kemarau. Aneh, bukan ?

Pendapatan Masyarakat Menurun

Sektor pertanian, kelautan dan perikanan, serta pariwisata adalah yang paling merasakan dampak fenomena alam akibat perubahan iklim tersebut. Selain menyebabkan gagal panen pada sejumlah komoditi tanaman, intensitas hujan yang tinggi disertai badai dan angin puting beliung menyebabkan nelayan tidak dapat melaut. Pengunjung di kawasan wisata juga berkurang sehingga pedagang yang menggantungkan hidup dari kedatangan turis baik lokal, regional, hingga internasional tidak mendapatkan keuntungan dari produk dagangannya. Parahnya lagi, dampak ini juga mempengaruhi sektor lainnya.

Masalah Kesehatan

Masalah kesehatan juga muncul sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari perubahan iklim. Fluktuasi dan perubahan pola cuaca yang diakibatkan oleh perubahan iklim sangat rentan bagi orang yang rendah ketahanan tubuhnya. Disisi lain, ketika bencana hidrometerologi terjadi semisal banjir dan tanah longsor penyakit seringkali muncul di camp-camp pengungsian warga.

Bagaimana Mengatasi Perubahan Iklim ?

Pada dasarnya perubahan iklim tidak dapat dicegah apalagi diatasi. Mengapa ? Karena perubahan iklim adalah fenomena alam yang mutlak terjadi agar keseimbangan alam tetap terjaga.

Namun dalam konteks pemanasan global yang berdampak pada percepatan perubahan iklim yang ekstrim dan bersifat destruktif bagi keberlanjutan kehidupan di Bumi khususnya bagi manusia, tentu saja ada banyak hal yang dapat dilakukan agar suhu Bumi tetap terjaga.

9 Hal Yang Akan Saya Lakukan Untuk Mengurangi Laju Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Ekstrem

Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang melimpah. Setiap warga negara berhak mengelola dan menikmati keuntungan dari pengelolaan atas hasil alam, seperti yang diatur dalam Pasal 33 UUD 1945. Hanya saja dalam praktiknya hasil pengelolaan alam tidak benar-benar dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Yang terjadi justru ekpsloitasi yang kebablasan dan tidak mengindahkan prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan seperti yang tertuang pada ayat (3) Pasal 33 UUD 1945 tersebut.

1. Mengevaluasi Regulasi dan Kebijakan

Hutan sebagai pemasok oksigen terbesar di dunia haruslah tetap terjaga kelestariannya. Fakta bahwa luas kawasan hutan Indonesia yang semakin berkurang sudah membuktikan bahwa emisi rumah kaca tidak lagi maksimal dikonversi menjadi oksigen. Eksploitasi hutan yang terus berlangsung tanpa mengindahkan prinsip keberlanjutan dan lingkungan hidup antara lain karena kurang terakomodirnya kebutuhan masyarakat akan penghidupannya yang turun temurun menaruh harapan dari hasil hutan sementara disaat bersamaan terdapat sejumlah kebijakan yang justru meringankan kepentingan pemilik modal, ditambah lagi karena kurangnya sosialisasi tentang aturan hukum pengelolaannya, serta kurangnya ketegasan dalam penegakan hukum.

Salah satu regulasi yang harus dievaluasi adalah mengenai izin pelepasan kawasan hutan menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI), yang berdasarkan KLHK pada tahun 2017 akses dan kepemilikannya justru lebih banyak oleh pihak swasta.

Dengan mengevaluasi regulasi, menghapus aturan yang tidak relevan dengan kondisi saat ini, serta merevisi aturan menjadi lebih berkeadilan, dapat mengakomodir kepentingan hajat hidup masyarakat lokal, kepentingan atas kepemilikan lahan, kepentingan ekonomi (baik ekonomi rakyat maupun ekonomi nasional), kepentingan rehabilitasi dan konservasi kawasan hutan sebagai kawasan penyangga, serta kepentingan untuk pengendalian pemanasan global dapat terakomodir.

Hal yang sama akan saya terapkan untuk kawasan perairan laut Indonesia. Selain hutan, lautan adalah tempat yang paling banyak menggunakan karbondioksida dan gas emisi lainnya untuk kemudian menggantinya dengan oksigen. Fakta bahwa saat ini perairan Indonesia menjadi destinasi pembuangan limbah dan sampah global menunjukkan perlunya penajaman dan penegakan pada kebijakan pengelolaan laut dan segala isinya.

2. Menginstruksikan Semua Kementerian Berimprovisasi Membuat Program Yang Relevan Dengan Pengurangan Pemanasan Global

Ego sektoral adalah kendala lain yang menyebabkan sejumlah regulasi dan penegakannya tidak maksimal dilakukan. Baik antara satu kementerian dengan kementerian lainnya, maupun perangkat-perangkat antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah demikian pula antara Pemerintah Daerah Tingkat Satu dengan Tingkat Dua masih mengedepankan isu "Ini tanggung jawab kementerian saya" dan "Saya orang Pusat, Anda orang Daerah". Padahal emisi gas rumah kaca diperkirakan akan semakin meningkat menjadi 3.260 juta ton di tahun 2030, tentu saja ini membutuhkan perhatian dan tindakan serius.

Maka itu pengurangan pemanasan global akan menjadi tanggung jawab semua pihak namun tetap dalam satu nahkoda, yang aturan mainnya jelas demikian pula penganggarannya. Dengan kata lain, setiap kementerian wajib berimprovisasi membuat program yang mendukung pengurangan pemanasan global beserta penganggarannya sesuai dengan latar belakang divisi kerjanya namun tidak sama jenisnya, sehingga nantinya pada saat pelaksanaan antar kementerian akan saling berkolaborasi.

Penerapan ini haruslah komprehensif, dimana seluruh penanggungjawab divisi atau kementerian wajib mengikuti pengembangan kapasitas dan nantinya mereka harus berimprovisasi menyusun program dan rencana kerja yang relevan dengan isu perubahan iklim.

3. Mengajak Pihak Swasta/Non Pemerintah Turut BertanggungJawab Dalam Pengurangan Pemanasan Global

Isu perubahan global serta dampaknya telah dimasukkan dalam tujuan dari SDG's (Sustainable Development Goals), dimana tertuang dalam tujuan ke-7 (Energi Bersih dan Terjangkau), ke-13 (Penanganan Perubahan Iklim), ke-14 (Menjaga Ekosistem Laut), dan ke-15 (Menjaga Ekosistem Darat.

Namun salah satu kendala agar perubahan iklim karena pemanasan global ini dapat diperlambat atau dikurangi, adalah kurangnya keterlibatan pelaku swasta utamanya di sektor bisnis dan industri. Bayangkan saja, sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif, yang notabene adalah produsen karbon, justru tidak berkontribusi dalam kegiatan-kegiatan pengurangan pemanasan global.

Uniknya lagi, ada juga perusahaan-perusahaan skala regional dan nasional yang sudah memberikan donasi maupun kewajiban berupa CSR kepada Pemerintah Daerah, justru digunakan menyimpang dari tujuan awalnya.

Berkaca dari hal tersebut, saya akan mendorong semua lembaga swasta baik komersil maupun non komersil untuk bertanggungjawab mengurangi dampak perubahan iklim ekstrim yang diakibatkan oleh pemanasan global. Sebagai contoh perusahaan-perusahaan retail dan mall yang menjadi pusat aktivitas bisnis dimana penjual dan pembeli berkendara menuju tempat tersebut. Asap kendaraan adalah salah satu penyumbang tingginya gas emisi rumah kaca. Maka itu perusahaan bisnis retail harus berkontribusi untuk mengurangi tingginya emisi rumah kaca, misalnya melalui pendanaan CSR, ataupun program-program penataan lingkungan yang berkelanjutan.

4. Pelibatan Masyarakat

Masyarakat adalah salah satu pelaku utama yang menyebabkan percepatan perubahan iklim yang diakibatkan oleh kenaikan suhu Bumi dan pemanasan global, baik langsung maupun tidak langsung. Mereka membuka hutan untuk tempat tinggal dan kebutuhan lainnya, termasuk menggunakan kayu sebagai bahan bakar dan memanfaatkan lahan untuk bertani. Namun tidak serta merta beban kesalahan dan tanggung jawab dijatuhkan pada masyarakat, karena pada umumnya masyarakat melakukannya untuk kelangsungan hidup keluarganya.

Maka itu saya akan melibatkan masyarakat dalam kampanye mengurangi laju percepatan pemanasan global, dengan demikian mereka akan memberikan informasi yang sama kepada sesama mereka, dan mulai mencari alternatif teknologi yang membuat mereka mengurangi penebangan, pembakaran, serta pembukaan lahan baru dalam skala lebih luas. Mereka juga akan belajar menggunakan tekonologi aternatif dan menghindari penggunaan bahan yang berpotensi menghasilkan karbondioksida dan senyawa sulfur lainnya.

5. Pelibatan Kaum Muda dan Pelajar

Kaum muda adalah golongan yang tinggi mobilisasinya, serta mudah membentuk atau membaur dalam komunitas. Karena itu saya akan merekrut dan membentuk tim-tim kampanye yang diantaranya terdapat orang-orang muda yang berwawasan. Saya juga akan mendorong semua kementerian agar lebih mempertimbangkan kaum muda sebagai mitra kerja dalam upaya kampanye tersebut.

Misalnya melalui Kementerian Dalam Negeri akan dibuat Peraturan Menteri maupun Surat Edaran yang mengarahkan Pemerintah Daerah melibatkan pemuda daerah sebagai motor penggerak program, misalnya dalam kegiatan-kegiatan sosialisasi perlindungan hutan dan laut sebagai tema utamanya. Karakter pemuda yang mobile dan suka berkumpul dapat dimanfaatkan untuk memberi informasi dan pemahaman akan bahaya pemanasan global yang memicu laju perubahan iklim kepada lintas komunitas.

Melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, akan dibuat Permen dan Surat Edaran kepada seluruh lembaga pendidikan untuk menjadikan isu pemanasan global sebagai salah satu topik belajar. Sesuai namanya, guru dan tenaga pendidik akan mendidik pelajar peduli akan lingkungan, dan membudayakan jiwa peduli tersebut dalam keseharian para pelajar baik di sekolah, di rumah, dan dimana saja. Misalnya membudayakan membawa kantong tempat sampah sendiri dari rumah yang berbahan bukan plastik, dimana tempat sampah tersebut bisa dibuat sendiri dan bisa dibawa kemana saja. Serta memperkenalkan isu perubahan iklim selama masa orientasi penerimaan pelajar dan mahasiswa.

6. Pelibatan Blogger dan Penggunaan Media Digital

Di era digital saat ini semuanya dapat dengan cepat dan mudah dilakukan, antara lain memberikan informasi dan juga edukasi. Karena itu, saya akan memanfaatkan media digital sebagai media utama dalam melakukan kampanye untuk memperlambat pemanasan global sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca.

Di Kota Bengkulu, Pemerintah Kota melalui Dinas Informasi dan Komunikasi menyediakan Media Center untuk publikasi berita dan sosialisasi informasi program-program Daerah. Selain jurnalis, reporter dan wartawan, pelaku lainnya yang sering dilibatkan dalam press release di Media Center adalah blogger. Blogger melalui media blog dapat memberikan informasi, melakukan sosialisasi, sekaligus edukasi dan ajakan dengan berbagai jenis narasi kekinian yang menyasar anak muda.

Selain itu blogger juga dapat memberikan referensi dan literasi dari berbagai sumber untuk memperkaya khasanah pengetahuan masyarakat sehingga kesadaran dan kepedulian akan keberlanjutan lingkungan dapat terbentuk. Ada banyak referensi yang bisa dibagikan para blogger dan konten kreator, salah satunya Golongan Hutan yang selalu memberikan edukasi berupa infografis isu-isu lingkungan termasuk info perubahan iklim.

7. Kampanye Halamanku Hijau

Pemerintah sudah pernah mengeluarkan program memanfaatkan pekarangan sebagai taman TOGA (Tanaman Obat Keluarga) dengan menanami tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai obat herbal keluarga. Program ini cukup efektif karena warga bisa meminimalisir biaya untuk membeli obat. Hal yang sama juga bisa diterapkan dengan menanami tanaman produktif yang efektif menghasilkan oksigen tanpa meracuni tanah dengan pupuk yang berdampak pada produksi gas emisi rumah kaca, misalnya dengan pola hidroponik.

8. Pengoptimalan Upaya Mitigasi

Bencana alam adalah sesuatu yang sukar diprediksi waktunya. Namun kita masih dapat mempredikasi dampak yang akan ditimbulkannya. Dengan adanya BMKG kita sudah memiliki modal untuk mendapatkan informasi dari gejala-gejala yang diberikan oleh alam. Karena itu tindakan pencegahan dini saat terjadinya bencana alam wajib dipahami dan diterapkan oleh semua jajaran pemerintahan, mulai dari persiapan, perencanaan, pelaksanaan, infrastruktur pra dan pasca bencana, serta penganggarannya.

Namun upaya mitigasi ini tidak akan berjalan maksimal bila tidak ada peran serta masyarakat. Dalam hal ini pemuda wajib tahu betapa pentingnya mitigasi. Karena itu saya akan mendorong agar pemuda dimasukkan dalam program pelatihan pencegahan dini bencana alam yang selama ini sudah dijalankan oleh Pemerintah melalui BPBD dan BNPB.

9. Penerapan Car Free Day Secara Teratur dan Serentak di Seluruh Indonesia

Meskipun Covid 19 memberikan rasa waswas bagi masyarakat bila keluar rumah, namun penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan lockdown ternyata dapat menurunkan indeks pencemaran udara. Minimnya kendaraan yang lalu lalang di jalanan menyebabkan asap dari kendaraan juga tidak banyak. Menurut jurnal Nature Climate Change, diketahui bahwa emisi harian merosot hingga 17 persen atau 17 juta ton karbon dioksida secara global selama puncak lockdown pada awal April 2020, dibandingkan dengan tingkat rata-rata harian pada 2019.

Fenomena ini menjadi momentum untuk rencana kerja saya, yaitu dengan menerapkan car free day secara teratur minimal 2 kali sebulan secara serentak di seluruh Indonesia, dengan terlebih dahulu membuat aturan main dan payung hukumnya. Dengan adanya payung hukum, saya akan menginstruksikan seluruh pemimpinan daerah mensosialisasikan pelaksanaan car free day dan yang tidak taat akan mendapatkan sanksi sesuai payung hukum yang ada.

10. Terapkan PHBS dan Penegakan Aturan Tidak Buang Sampah Yang Lebih Radikal

Pola HIdup Bersih dan Sehat sudah berkali-kali digaungkan oleh Pemerintah, namun kerap kali masyarakat tidak ambil pusing. Demikian pula dengan sosialisasi untuk tidak membuang sampah sembarangan tapi sebagian besar masyarakat tetap saja melakukannya.

Karena itu, meskipun sudah ada UU serta Peraturan Daerah-nya, penegakannya harus lebih disiplin. Sanksi-sanksi harus lebih mengikat. Misalnya bila ada warga yang membuang sampah di pekarangannya sendiri, Pemerintah Desa/Kekurahan tidak akan mengurus segala jenis administrasi saat warga tersebut membutuhkannya untuk keperluan tertentu. Bisa juga dengan memberikan sanksi kepada warga yang tidak berpartisipasi saat gotong royong, misalnya denda berupa bibit pohon atau tanaman. Agar lebih taat dan menimbulkan efek jera, juga perlu ditambahkan aturan tambahan pada Perda seluruh daerah berupa hukuman kurungan tanpa biaya pengganti kurungan yang biasanya sering disebutkan "Denda kurungan atau denda sekian rupiah". Dalam hal ini pemerintah setempat ataupun warga pelapor juga perlu mendapatkan perlindungan hukum bila ada komplain dari warga yang dilaporkan.

Namun penegakan yang radikal tersebut hanya bisa dilakukan bila infrastruktur dan sarana pengelolaan sampah sudah tersedia. Masalahnya ternyata infrastruktur dan sarana yang belum tersedia lengkap juga menjadi salah satu penyebab mengapa orang buang sampah sembarangan. Karena itu semua kementerian dan OPD di daerah wajib menganggarkan dana untuk penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan, misalnya 1 kotak sampah 3R untuk setiap 2 rumah, serta kendaraan pengangkut sampah untuk mengangkut sampah di permukiman ke TPA.

Mengapa Pemuda Perlu Terlibat Dalam Mengantisipasi Perubahan Iklim Global ?

Berkaca dari fakta gejala-gejala perubahan iklim yang terjadi dengan cepat karena anomali suhu yang naik di Bumi akibat pemanasan global, mau tidak mau upaya-upaya dini harus segera dilakukan.

Peran generasi muda sangat penting dalam berbagai upaya mengendalikan dan mengatisipasi meningkatnya pemanasan global.

Tapi kenapa mengikutsertakan pemuda dalam kampanye mengurangi pemanasan global yang menyebabkan peningkatan suhu Bumi dan mempercepat laju perubahan iklim ? Ada banyak alasan untuk itu.

Selain karena sifat dan karakter orang-orang muda yang lebih mobile, kaum milennial dan generasi Z hidup di era teknologi canggih dimana mereka ditakdirkan menggunakan gadget, aplikasi, dan teknologi sebagai alat kesehariannya. Pemuda juga adalah pengguna kendaraan yang paling banyak menggunakan kendaraan bermotor sehingga mau tidak mau mereka harus sadar bahwa mereka turut menyumbang masalah terhadap keberlangsungan kehidupan di Bumi. Alasan lainnya yaitu kelompok muda adalah yang paling rentan menjalankan hal positif dan hal negatif pada saat bersamaan. Kelabilan ini adalah momentum yang tepat bagi saya untuk mengarahkan orang-orang muda untuk melakukan hal-hal baik dan membentuk kepribadiannya menjadi pondasi bangsa ini di masa depan, baik untuk eksistensi NKRI maupun keberlangsungan kehidupan di Bumi.

Kesimpulan

Umur saya memang relatif tidak muda lagi, tapi saya masih punya mimpi layaknya anak muda. Meskipun saya hanya "berandai-andai menjadi pemimpin di negeri ini" karena tidak berhubungan dengan kegiatan politik praktis, tapi "andai-andai" itu sedang saya lakukan saat ini meskipun hanya berupa hal-hal kecil di komunitas pemberdayaan di Kota ini, Bengkulu. Setidaknya saya berinisiatif memulainya dari diri sendiri.

Kini adalah saat yang tepat bagi kaum muda terjun langsung melakukan upaya nyata agar laju peningkatan suhu Bumi yang massive akibat pemanasan global dan memicu perubahan iklim yang ekstrim dapat dikurangi.

Getting Info...

About the Author

Cuma orang biasa saja. Penyuka musik cadas, penikmat film berkelas.

2 komentar

  1. Menghijaukan bumi memang hal yang tak mudah. Kunci utama ada pada generasi muda yang harus memperjuangkannya. Pemanasan global, perubahan iklim bisa terjadi karena ulah manusia. Yuk, mulai dari diri sendiri untuk tidak buang sampah sembarangan, memininalisasi sampah2 non organik supaya bisa didaur ulang dll. Tulisan yang bagus sekali 😍😍
  2. Setuju banget, anak muda sejak dini harus ditanamkan cinta lingkungan ya..
Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.